- Back to Home »
- Jadi Presiden, Jokowi Alokasikan Anggaran Madrasah Diniyah
Posted by : Miftahul Huda Genjor
Minggu, 08 Juni 2014
Jadi Presiden, Jokowi Alokasikan Anggaran Madrasah
Diniyah
JAKARTA. Kolomnya.com – Kalangan
Nahdliyin berharap calon presiden Joko Widodo bisa memenangi pilihan presiden
yang bakal digelar 9 Juli mendatang. Lantaran tumpuan kejayaan dan
kesejahteraan Nahdlatul Ulama disandarkan pada Capres yang diusung Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan, Nasdem, PKB, Hanura dan PKPI.
Kiai H. Aziz Mansyur, pengasuh
Pondok Pesantrean Pacul Gowang, Jombang, yang juga ketua Dewan Syuro PKB,
menyatakan Kejayaan dan kesejahteraan warga NU ada pada Jokowi. Terutama, di
bidang pendidikan.
“ Selama ini Madin (Madrasah Diniyah
) yang banyak diselenggarakan di kampung-kampung tidak pernah diperhatikan oleh
pemerintah meski peraturannya sudah ada. Kalau jadi presiden pak Jokowi sudah
bersedia mentargetkan alokasi anggaran untuk Madarasah Diniyah,” kata K.H. Aziz
Mansyur. Selama ini Madin di kampung berjalan sendiri-sendiri.
Menurut pemerhati pendidikan
Diniyah, Edy Kuntjoro, di seluruh Indonesia jumlah Madrasah Diniyah sekitar 70
ribu yang tersebar di pelosok-pelosok Desa di Indonesia, dengan melibatkan tak
kurang dari 60 juta wali santri dan pengurus Madin.
Kedudukan Madrasah Diniyah sebagai
lembaga pendidikan islam dan keagamaan islam telah tercantum dalam
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional dan Peraturan
Pemerintah tentang pendidikan Keagamaan nomer 55 tahun 2007.
“ Dalam UU Pendidikan Nasional
maupun Peraturan Pemerintah telah jelas disebutkan posisi peran kelembagaan
madrasah diniyah sebagai lembaga keagamaan islam di masyarakat, yang
penyelenggaraannya dilaksanakan oleh masyarakat ( non formal ) maupun
pendidikan formal.
Namun selama 9 tahun ini, pemerintah
telah ingkar terhadap amanah Undang-Undang Pendidikan, dengan sengaja atau
tidak madrasah diniyah tidak pernah diberikan alokasi anggaran sepeserpun dari
APBN. Sehingga masyarakat harus menanggung beban untuk membiayai pendidikan
keagamaan secara mandiri atau swadaya.
Umumnya santri yang belajar mengaji
di kampung itu gratis dan tidak dipungut biaya, demikian pula Ustad ( guru )
yang mengajar, bayarannya hanya keikhlasan dalam memenuhi tanggung jawabnya
sebagai ustad untuk menyebarkan dan melaksanakan pengajaran agama islam di masyarakat.
Sedang beban biaya pengelolaan penyelenggaraan madrasah diniyah ditanggung
pengasuh lembaga Madin itu sendiri.
Jika dibandingkan dengan pelaksanaan
pendidikan non formal lainnya yang berada di bawah Kementerian Pendidikan,
seperti PAUD ( Pendidikan Anak Usia Dini ) dan PKBM, Paket Belajar A, B, C,
yang keseluruhan biaya penyelenggaraan pendidikan mulai dari BOS, BOP, Alat
peraga pendidikan dan buku, hingga biaya renovasi gedung sekolah dan biaya
ujian nasional telah dibiayai oleh pemerintah melalui APBN dan APBD.
“ Terdapat fakta ketidakadilan
pemerintah dalam pelayanan penyelenggaraan pendidikan, karena penyelenggaraan
Madrasah Diniyah tidak mendapat kucuran anggaran dari APBN sama sekali. Sedang
pada pendidikan non formal lainnya anggaran ditanggung pemerintah secara
penuh,” kata Edy Kuntjoro.
Kalaupun sekarang ini di jatim,
terdapat kucuran dana dari pemerintah, itupun hanya bantuan sosial Pemprop
jatim dan Pemkab setempat. Dengan jumlah yang belum minim dan belum mampu
mencukupi kebutuhan biaya pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. “ Namanya saja
Bansos, ya jumlahnya tergantung pemberi dan tak ada target pasti,” tambahnya.
Sementara itu, Kementerian Agama
selaku lembaga tehnis yang menngelola kelembagaan pendidikan/ Madrasah Diniyah
dianggap kurang transparan dalam pengelolaan anggaran yang berkaitan dengan
madrasah diniyah. Selama ini Kemenag lebih focus memperhatikan pondok pesantren
ketimbang Madin. Padahal di dalam UU keduanya memiliki hak dan kedudukan yang
sama.
“ Untuk memperoleh akses informasi
pusat saja susah apalagi berkaitan soal anggaran,” tambahnya.
Hal paling menyakitkan, bantuan
sosial yang berkaitan dengan Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah lebih banyak
dikuasai oleh kelompok Partai Persatuan Pembangunan, yang menempatkan ketua partainya
Suryadharma Ali sebagai menteri Agama. “ Kalau nggak dekat dan kenal dengan
pengurus PPP jangan harap bisa dapat bantuan,” papar Kuntjoro.
Kelalaian dan ketidak-adilan ini
harus segera diakhiri dan pemerintah pusat diharap lebih memikirkan kelangsungan
keberadaan penyeleanggaraan pendidikan diniyah tanpa membedakan pengalokasian
anggaran.
Terlebih pada tingkat pendidikan
diniyah yang mengajarkan dasar keagamaan islam di masyarakat, membaca Al Qur’an
juga memuat pendidikan aqidah dan akhlak pada santri yang rata-rata masih dalam
usia anak-anak.
“ Kalau mau mencari model pendidikan
karakter yang sesuai dan pas dengan kepribadian bangsa Indonesia ya di Madrasah
Diniyah. Karena disitulah pendidikan moral keagamaan, sopan santun pada anak
secara dini digodok,” ujar Kuntjoro. Mulai dari sejarah rasul, ilmu tauhid
hingga pendidikan keluarga ada disitu, tambahnya.
Capres Jokowi saat menghadiri
pendeklarasian relawan Jokowi – JK di Bogor mengatakan, siap menganggarkan dan
mentargetkan alokasi biaya pendidikan untuk Madrasah Diniyah melalui APBN. “
Semua pendidikan harus dilayani dan biayai oleh pemerintah,” ujar Jokowi.
Iapun juga menjamin kesejahteraan
dan kejayaan Nahdlatul Ulama apabila nanti terpilih jadi presiden RI dalam
Pilpres 9 Juli 2014 mendatang, menggantikan pemerintahan SBY yang telah
berakhir.
Apalagi sebgai Capres, Jokowi dari
awal mensuarakan program dengan tagline Revolusi mental, yang menekankan
pembangunan moral dan pendidikan karakter bangsa Indonesia dalam menghadapi
persaingan global ke depan. ( ams )
sumber dari : KOLOMNYA.COM ( 09 Juni 2014
sumber dari : KOLOMNYA.COM ( 09 Juni 2014